Pembukaan Malang Tempo Doeloe (MTD) IV di Pendopo Agung Jl Ijen, Kamis (21/5) malam, berlangsung unik dan menarik. Berbeda dengan event-event budaya di daerah lain yang pembukaannya menggunakan gong, bedhug, atau alat musik lain, pembukaan MTD IV ditandai dengan pemukulan tambur dari kertas.
Menteri Pariwisata, Jero Wacik, yang dijadwalkan membuka MTD IV, ternyata batal hadir. Sebagai gantinya, Wali Kota Malang, Drs Peni Suparto MAP, bersama ribuan undangan membuka acara ini dengan menabuh tambur.
”Kami membagikan 1.200 tambur dari kertas ini kepada undangan. Kami menggunakan alat musik mainan anak-anak tempo dulu ini untuk menandai kebangkitan budaya Malang,” kata Dwi Cahyono, konsultan event Malang Tempo Doeloe ini kepada Surya, Kamis (21/5).
Pembukaan makin menarik dengan penampilan parade tarian anak-anak Denok Deblong dari sanggar-sangar tari se Malang Raya. Setelah itu disusul dengan fragmen yang menggambarkan perjuangan arek-arek Kota Malang mulai tahun 1938 sampai 1958, terutama peristiwa Malang Bumi Hangus. Fragmen yang dibawakan teater-teater dari berbagai perguruan tinggi di Kota Malang ini juga menampilkan pertempuran di Jl Salak (kini Jl Pahlawan Trip-Red).
Meski MTD IV baru dibuka malam hari, sejak siang event ini telah diserbu warga. Stan-stan aneka makanan, busana, maupun produk-produk kerajinan tempo dulu telah buka sejak pagi. Sejumlah pengunjung tampak menikmati makanan dan jajanan dengan nongkrong di stan-stan yang menggunakan ejaan lama ini. Tidak sedikit yang memborong untuk dibawa pulang.
Sayangnya, pembukaan MTD IV kemarin diwarnai hujan. Hujan yang tiba-tiba deras sekitar pukul 12.00 WIB sempat membuat pemilik stan kalang kabut. Bahkan beberapa stan di Jl Ijen sempat bajir hingga harus mengamankan dagangannya.
Hujan kembali mengguyur ketika acara akan dibuka sekitar pukul 20.30 WIB. Namun guyuran yang berupa gerimis rintik-rintik ini membuat pengujung bergeming. Pengunjung memadati hampir seluruh area MTD IV, termasuk area panggung di depan Perpustakaan Umum Kota Malang. Penonton bersorak-sorai melihat aksi fragment ini. Bisa jadi, inilah gairah wisata yang diharapkan.
Menteri Pariwisata, Jero Wacik, yang dijadwalkan membuka MTD IV, ternyata batal hadir. Sebagai gantinya, Wali Kota Malang, Drs Peni Suparto MAP, bersama ribuan undangan membuka acara ini dengan menabuh tambur.
”Kami membagikan 1.200 tambur dari kertas ini kepada undangan. Kami menggunakan alat musik mainan anak-anak tempo dulu ini untuk menandai kebangkitan budaya Malang,” kata Dwi Cahyono, konsultan event Malang Tempo Doeloe ini kepada Surya, Kamis (21/5).
Pembukaan makin menarik dengan penampilan parade tarian anak-anak Denok Deblong dari sanggar-sangar tari se Malang Raya. Setelah itu disusul dengan fragmen yang menggambarkan perjuangan arek-arek Kota Malang mulai tahun 1938 sampai 1958, terutama peristiwa Malang Bumi Hangus. Fragmen yang dibawakan teater-teater dari berbagai perguruan tinggi di Kota Malang ini juga menampilkan pertempuran di Jl Salak (kini Jl Pahlawan Trip-Red).
Meski MTD IV baru dibuka malam hari, sejak siang event ini telah diserbu warga. Stan-stan aneka makanan, busana, maupun produk-produk kerajinan tempo dulu telah buka sejak pagi. Sejumlah pengunjung tampak menikmati makanan dan jajanan dengan nongkrong di stan-stan yang menggunakan ejaan lama ini. Tidak sedikit yang memborong untuk dibawa pulang.
Sayangnya, pembukaan MTD IV kemarin diwarnai hujan. Hujan yang tiba-tiba deras sekitar pukul 12.00 WIB sempat membuat pemilik stan kalang kabut. Bahkan beberapa stan di Jl Ijen sempat bajir hingga harus mengamankan dagangannya.
Hujan kembali mengguyur ketika acara akan dibuka sekitar pukul 20.30 WIB. Namun guyuran yang berupa gerimis rintik-rintik ini membuat pengujung bergeming. Pengunjung memadati hampir seluruh area MTD IV, termasuk area panggung di depan Perpustakaan Umum Kota Malang. Penonton bersorak-sorai melihat aksi fragment ini. Bisa jadi, inilah gairah wisata yang diharapkan.
(Sumber : surya.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar